News

Pemilik Lahan Damar di Desa Pongkeru berharap Kapolda dan Kejati Sulsel Turun Tangan

Luwu Timur, MakassarGlobal.com – Ramli bersama istri dan anaknya masuk ke Lokasi Izin Usaha Pertambangan PT. Citra Lampia Mandiri (PT.CLM-red) dengan tujuan menuntut hak sebagai pemilik lahan damar di Desa Pongkeru, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Kamis (28/3/2024) siang.

Setelah beberapa kali pertemuan juga mediasi, akhirnya keluarga dari Bapak Ramli turun ke jalan melakukan aksi blokade di jalur Hauling PT. CLM, Desa Pongkeru, Kecamatan Malili, Luwu Timur.

Ramli mengaku, menguasai seluas 40 hektar lahan Damar, diperkuat dengan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-red), serta lampiran penning atau rincik yang dikeluarkan Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu pada tahun 1968.

“Sejak tahun 2009 beraktivitas di Desa Pongkeru, keluarga kami belum diberi Hak Kompensasi dari aktivitas PT.CLM, sementara lahan Damar yang keluarga kami kelola turun temurun sejak tahun 1968 telah ditebang dan lahannya telah dieksploitasi oleh perusahaan,” jelas Ramli.

Ramli beserta keluarga juga berharap kepada Bapak Kapolda dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, untuk turun dan memfasilitasi kami sebagai masyarakat kecil yang menuntut hak untuk hidup, karena sumber mata pencaharian kami telah dirampas tanpa ada kompensasi dari perusahaan.

“Hingga saat ini kami hanya diberi janji dan harapan bahwa akan diberi kompensasi serta dilibatkan dalam aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT. CLM di lahan kami. Akan tetapi 15 tahun berlalu tidak ada satupun yang terealisasi,” ujar Ramli.

Diketahui sebelumnya bahwa PT.CLM merupakan sebuah perusahaan tambang Nickel yang menguasai lahan seluas 2660 Hektar yang terletak di Desa Harapan dan Desa Pongkeru, sesuai ijin yang dikeluarkan oleh Gubernur Sulawesi Selatan dengan nomor 2/I.03H/PTSP/2018 dan akan berakhir pada 11 Maret 2029.

Hingga berita ini diturunkan, wartawan belum juga mendapatkan konfirmasi dari pihak manajemen PT. Citra Lampia Mandiri perihal masalah tersebut. (Stv/*)

Laporan: Yaiyank Stiv

Gowa, Sulawesi Selatan – Tembang daerah Makassar kian menemukan jati dirinya sebagai bentuk perkembangan musik lokal yang mampu bersaing dan sejajar dengan jenis musik lainnya. Lagu-lagu Makassar saat ini tidak hanya dinikmati oleh pecinta genre musik tertentu, tetapi juga telah menjadi bagian dari selera musik nasional. Tak hanya terbatas pada kalangan etnis Makassar, kini lagu-lagu daerah tersebut juga dinikmati oleh berbagai etnis di seluruh penjuru Nusantara. Hal ini menunjukkan bahwa musik Makassar telah menjadi bagian dari kekayaan lagu-lagu Nusantara. Baca: Pangdam XII/Tpr Tutup Diksarmil dan Pelatihan Manajerial serta Penetapan Komcad SPPI Batch 3 Tahun 2025 Seragam Sekolah Gratis dari Walikota Langsa Orang Tua Siswa Sangat Terbantu, Kepsek SDN 1 Ucapkan Terimakasih Kepsek SMAN 2 Gowa Diduga Selewengkan Dana BOS, GEMPUR Siap Laporkan ke Kejati Sulsel LBH Herman Hofi Sorot Dugaan Strategi Adu Domba Dalam Konflik Agraria di Kubu Raya Para penggiat musik daerah, khususnya pencipta dan pemerhati lagu-lagu lokal seperti Udhin Leaders, terus mendorong agar tembang-tembang daerah Makassar dan Bugis mendapat ruang lebih luas di industri musik Tanah Air. Udhin Leaders, vokalis sekaligus pencipta lagu Makassar dan Bugis, akan berkolaborasi dengan Alex, gitaris dari label nasional Nagaswara. Alex dikenal dengan kepiawaiannya memainkan gitar melodi, dan telah lama berkiprah di industri musik Indonesia. Kolaborasi ini akan mengusung genre musik pop daerah, mencampurkan warna khas Makassar dan Bugis dengan sentuhan profesional dari musisi nasional. Maulana Ramli, selaku Event Organizer (EO) dari Pranala Production sekaligus pencipta lagu populer “Siri Napacce”, mengungkapkan bahwa kolaborasi ini merupakan proyek perdana yang mempertemukan musisi nasional dan pelaku utama musik daerah dalam satu garapan. Sebelumnya, Maulana juga telah melahirkan karya berjudul “Manna Jera’ja Kulimbang” yang turut mewarnai khazanah musik daerah. “Ini untuk pertama kalinya terjadi, seorang gitaris dari label nasional berkolaborasi dengan dedengkot lagu daerah Makassar dan Bugis. Kami optimistis hasilnya akan menjadi karya musik yang apik dan membanggakan,” ujar Maulana dalam wawancara. Video klip dari proyek ini akan mengambil lokasi syuting di Balla’ Lompoa, ikon kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan yang terletak di Kabupaten Gowa. Rumah adat ini merupakan bekas kediaman Sultan Hasanuddin, Pahlawan Nasional Indonesia, sekaligus simbol pusat budaya, sejarah, dan adat istiadat Gowa. Tempat ini dulunya menjadi lokasi strategi dalam menghadapi penjajahan. Dengan latar budaya yang kuat dan kolaborasi lintas daerah, karya ini diharapkan menjadi representasi baru bahwa musik daerah mampu tampil modern tanpa kehilangan akar budayanya.(/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *