Manado,.makassarglobal,com–”Dari Ruang Terbuka Tempat Cahaya Itu Tak Memilih Siapa yang di Limpakan
Dibalik Gubuk itu Ada langit yang luas, nampak Berdiri dengan bangga di depan gubuk reyot itu. Bukan untuk menonjolkan kesedihan, bukan untuk menuntut simpantisan Tapi untuk merayakan sesuatu yang lebih dalam Penghormatan kepada orang tuanta
Sri Wulandari Lomuli. Wulan. Lulusan Sarjana Peternakan dari Universitas Sam Ratulangi, Manado. Kisah Wulan memang sudah lewat, namun pesan maknawinya tak pernah lekang oleh waktu.
Wulan, dengan jas hitam dan selempang kelulusan, berdiri di sisi ayahnya yang renta. Seorang petani dengan mata yang kabur tapi hati yang terang. Tak ada panggung megah, tak ada karangan bunga, tak ada lampu sorot. Hanya lumbung-lumbung sederhana dan ladang-ladang yang pernah menjadi saksi bisu bagaimana seorang ayah membajak harapan dan menanam mimpi—dengan keringat, dengan doa, dengan keterbatasan.
Ia tidak pulang membawa gelar semata. Ia pulang membawa persembahan: bahwa pengorbanan ayah dan ibunya tak sia-sia. Bukan hanya keberhasilan akademik yang ia bawa, tapi penghormatan. Sebuah pencapaian yang tidak dilukis oleh tinta nilai, tapi oleh kesetiaan seorang anak untuk tidak melupakan akar tempat ia tumbuh.
Sering kita mengira membalas budi itu soal memberi. Tapi Wulan justru mengajarkan: kadang, yang paling mulia adalah hadir. Memandang ayah-ibu dengan mata penuh syukur, berdiri di samping mereka tanpa malu, tanpa menyembunyikan siapa kita, dan dari mana kita berasal.
Karena rumah gubuk itu bukanlah simbol kemiskinan. Ia adalah monumen dari cinta yang tak pernah goyah,
walaupun hidup penuh dengan segala rintangan serta keterpuruknya ekonomi dan jauh dari hingar bingar hidup terisolasi jauh dari keramaian dan serba perbatasan tapi semangat untuk meraih prestasi tak padam berkat perjuangan yang gigih dan rajin belajar sengga terwujudlah cita nya.merai gelar Sarjana. ” Atas keberhasilan Wulandari
Patut di toladani bagi generasi kita.
Laporan Novel Basri
Biro Sulut.